Tahun ini saya berusia 28 tahun. Sebuah angka yang bisa sangat multitafsir. Untuk orang Indonesia, saya sudah masuk di usia matang, sedangkan kalau di Eropa atau Asia Timur, saya masih terhitung cukup muda.
Di usia saya yang sekarang, saya bekerja sebagai regional sales manager untuk perusahaan Belanda. Wilayah tugas saya mencakup Asia Tenggara, tapi tidak menutup kemungkinan untuk ekspansi ke wilayah Asia lainnya seperti Asia Timur.
Bidang pekerjaan yang sudah saya geluti selama tujuh tahun lebih jika dihitung hingga hari saya menulis tulisan ini.
Dua minggu setelah acara wisuda, saya terbang ke Istanbul untuk memulai hari dimana saya akan berpijak diatas kaki saya sendiri. Saya mungkin termasuk orang yang beruntung, karna saya sudah mendapatkan pekerjaan bahkan sebelum diwisuda.
Tapi jika saya melihat kebelakang, apa yang saya anggap keberuntungan, mungkin saja... tidak.
Suatu hari di 2016, saya ingat betul, ketika itu dosen tidak masuk dan hari itu tidak ada lagi jadwal kuliah, saya pulang dan memilih untuk rebahan, sambil berbaring, isi kepala saya dipenuhi ambisi dan semangat untuk segera menyelesaikan kuliah dan meninggalkan kampung halaman.
Di tahun yang sama, seorang kawan sejak kanak-kanak pulang ke Padang karna libur kuliah, seorang kawan yang saya akui kepintarannya melebihi saya, dia seorang mahasiswa Universitas Indonesia.
Kami duduk diatas bebatuan di pinggir pantai sedikit bernostalgia soal masa kecil, ketika matahari mulai terbenam saya berujar "tahun depan saya akan tinggal di luar negeri". Satu kalimat yang saya katakan penuh dengan keyakinan dan setahun kemudian... berhasil saya buktikan.
Saya memulai karir pertama kali di usia 21 tahun, bekerja di bidang pemasaran untuk skala internasional. Saya bekerja sesuai dengan jurusan ketika kuliah. Ini mungkin bisa saya anggap sebagai keberuntungan, tapi dibalik itu semua, ada harga yang harus saya bayarkan, yaitu... kesehatan mental.
Berhasil mendapatkan apa yang kita inginkan, tidak serta merta memberikan kita kebahagiaan. Itulah yang sekarang mulai saya pahami.
Hal yang membuat saya bisa berada di posisi sekarang adalah karna saya orang yang ambisius. Bahkan sejak SD saya sudah sangat kompetitif. Saya selalu berusaha untuk jadi lebih baik dari orang lain. Saya tidak berhenti membuat target dan mengejarnya. Beberapa bisa saya capai, tapi ada juga yang gagal.
Memaksakan diri merantau di usia yang sangat muda ke kota yang dulu bernama Konstantinopel sendirian untuk memulai karir, saya merasa jahat pada diri sendiri, karna saya terpaksa harus menjadi dewasa sebelum waktunya.
Hal yang dulu saya kejar, yang saya pikir akan membuat saya bahagia ternyata hanya memberikan kekosongan dan kesenangan yang semu.
Saya tentunya bersyukur dengan apa yang saya dapatkan. Bukan nasib baik, melainkan pelajaran hidup selama tujuh tahun belakangan, itulah yang paling saya syukuri.
Menjadi dewasa artinya melakukan apa yang harus kita lakukan walaupun kita tidak menyukainya, Menerima kenyataan demi kenyataan dengan lapang dada.
Katanya selepas remaja, manusia akan mulai mencari jati dirinya. Tapi saya rasa, kata 'mencari' itu tidak tepat. Karna jati diri itu harusnya bukan 'dicari' tapi 'ditemukan', dan sampai saat ini saya masih belum menemukannya.
No comments:
Post a Comment