Waktu menunjukan pukul 20.35, saya bergegas keluar karna rencana malam ini ingin duduk sambil minum kopi. Maniak macam apa yang minum kopi jelang waktu tidur? Ya walaupun katanya kafein bisa mencegah kantuk, untungnya buat saya itu tidak ada pengaruh. Tapi kalau dipikir-pikir orang Indonesia punya kebiasaan minum kopi di malam hari. Saya rasa ini terlihat unik bagi orang luar.
Kepulangan ke kampung halaman untuk datang ke acara nikahan teman SMA. Tapi sayangnya hanya sebentar saja karna saya sudah harus berangkat ke Thailand selang beberapa hari. Trip yang akan cukup panjang karna ada beberapa negara yang harus saya kunjungi untuk trip kali ini.
Biasanya salah satu rutinitas setiap pulang ke Padang adalah bertemu beberapa teman. Tapi ada yang berbeda di tahun ini. Mereka yang biasa saya temui, semuanya sudah melepas status lajang.
Tentu bukan berarti saya tidak bisa lagi bertemu dengan mereka ketika pulang ke kampung halaman. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa itu tak akan lagi sama.
Jadi malam ini saya putuskan untuk duduk sendiri diluar. Bisa dibilang membiasakan diri untuk tahun-tahun kedepan.
Tak terasa sudah setengah jam saya berkeliling mencari tempat untuk minum kopi. Tentunya tidak mudah karna yang saya cari adalah tempat yang nyaman untuk duduk sendiri. Pandangan saya tiba-tiba terhenti pada sebuah warung kopi yang sedikit terpencil berada dekat stasiun kereta api tua yang kini sudah dioperasikan lagi, hampir tidak ada lampu penerangan jalan disekitarnya.
Ada sekitar empat orang di warkop itu dan mereka sedang menonton pertandingan timnas muda melawan Australia. Saat saya hendak masuk, semua serentak memandangi saya. Seolah-olah saya adalah alien yang sedang singgah di planet mereka. Jujur saya sedikit terganggu karna mereka tidak hentinya menatap tajam ke arah saya. Dalam hati saya berkata "harusnya saya tidak usah datang kesini!"
Saya berkeyakinan yang paling lama menatap saya pastilah orang yang punya warkop tersebut, dan spontan saja saya bertanya apa saya bisa minum disini?
"Ya bisa" ujar bapak tua itu.
Ketika saya menunggu dibuatkan kopi, saya tidak ada teman mengobrol jadi mungkin saya bisa merefleksikan semua yang sudah saya lewati dan pandangan saya terhadap tempat yang dulu saya anggap rumah ini. Kota kecil di tepi pantai barat pulau Sumatera. Tempat dimana saya memulai semuanya. Tempat dimana saya mulai bermimpi.
Kota ini sudah banyak berubah setelah tujuh tahun saya tinggalkan. Sekarang jauh lebih banyak tempat hiburan, bahkan yang dulunya saya pikir tidak akan pernah ada di kota ini. Coffee shop sudah sangat menjamur, hanya saja sekarang tempatnya lebih nyaman. Benar-benar memanjakan anak muda.
Disini sudah sangat jarang saya secara tidak sengaja bertemu dengan orang yang saya kenal. Wajah wajah di sekitar terlihat sangat asing. Saya rasa mungkin mereka ini adalah mahasiswa yang berasal dari luar daerah. Saya merasa seperti orang asing di kota sendiri.
Mayoritas teman-teman saya sudah merantau. Jadi ketika berkunjung kesini tidak banyak yang bisa saya temui.
Apakah kota ini masih rumah? Saya sudah berkunjung ke beberapa negara. Salahkah saya merasa negara orang lebih terasa seperti rumah. Apakah rumah itu harus tempat lahir? Bolehkah kita memilih rumah sendiri? Di tempat kita merasa tidak asing. Di tempat kita merasa hidup?
Usia saya 28 tahun. Banyak hal yang sudah saya lalui, Tapi apakah saya benar-benar sudah dewasa?
Saya menyelesaikan kopi yang sudah sampai di meja dan bergegas untuk meninggalkan warkop tersebut. Bapak tua tadi bertanya saya hendak kemana? Apa kopinya tidak enak? karna tidak habis.
Saya hanya mengarang jawaban kalau saya akan menemui teman dan kopinya tidak habis karna saya takut nanti tidak bisa tidur. Ya saya sendiri akhirnya menulis ini larut malam.
Tapi saya merasakan keramahan dari bapak tersebut, mungkin karna dia terkejut warkopnya yang sebenarnya cukup sepi tiba-tiba didatangi orang asing.
Sebenarnya saya merasa tidak enak hati karna takut bapak itu berpikir bahwa saya benar-benar tidak suka kopinya. Saya rasa asumsi bapak tersebut akan tervalidasi sendirinya ketika beliau sudah tidak lagi melihat saya datang ke warkopnya untuk waktu yang lama.
Ketika bapak itu tidak lagi melihat saya datang, saya hanya ingin bapak itu tahu, bukan karna kopi, tapi memang kota ini sudah bukan lagi rumah saya. Saya tidak membenci kota ini, dan saya tidak bisa merubah fakta bahwa ini adalah kampung halaman saya. Tapi sayangnya... kota ini... tak lagi sama.
No comments:
Post a Comment