Musim panas pertamaku di Istanbul, Turki. Bukan musim panas pertama sejak lahir ke dunia karena di Indonesia suhunya selalu panas. Mungkin yang membuatku betah di Turki karna suhu panas ini hanya ada paling lama dua bulan dalam setahun. Walaupun aku kadang mengutuk kedinginan, tapi lebih menyenangkan berlindung dibalik jaket tebal daripada mati kepanasan saat tidak ada AC atau kipas angin.
Juni, 2018. Bulan ini aku harus memutuskan untuk lanjut di Turki atau pulang ke Indonesia. Walaupun aku masih ada waktu sampai September untuk benar-benar pergi.
Aku mengambil cuti sakit, padahal sebenarnya saat itu ada job interview di perusahaan lain. Aku tidak sepenuhnya berbohong karena paginya aku memang merasa tidak enak badan.
Di sore hari ada pertemuan dengan beberapa anak magang lainnya dan yang mengurus magang kami di Turki. Mereka juga masih mahasiswa. Kalau ada mesin waktu, aku berharap tidak pernah datang ke pertemuan ini.
Di sebuah kafe di daerah Besiktas, aku masuk kedalam dan melihat segerombolan anak muda dari berbagai negara sudah duduk rapi sambil berhadapan. Jumlahnya sekitar sepuluh orang. Ada bangku kosong yang kemudian kupilih untuk diduduki. Persis di depanku ada seorang gadis cantik berambut pirang dengan mata berwarna abu - abu.
Dia bernama Beyza, orang asli Turki. Walaupun ketika kau melihatnya mungkin kau berpikir dia lebih mirip orang Jerman atau negara eropa barat lainnya dibanding tipikal orang Turki. Tapi tidak, dia benar- benar tulen orang Turki, setidaknya itu yang ditulis di KTP dan Paspornya. Kalau kau ingin sedikit gambaran, bayangkan Kirsten Dunst pemeran Mary Jane di film Spiderman, mereka benar-benar mirip satu sama lain.
Aku memperhatikan sekelilingku dan mulai menyapa teman-teman ini satu persatu, walaupun fokusku tertuju pada gadis cantik ini. Disana ada beberapa mahasiswa magang dari berbagai negara, salah satunya adalah Irina, gadis Rusia yang kemudian menjadi teman baikku.
Ada sesuatu yang berbeda dari Beyza, untuk pertama kalinya sejak sepuluh tahun, aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Atau aku bisa bilang aku jatuh cinta untuk yang kedua kalinya sejak masa puberku. Nanti akan kuceritakan sedikit tentang cinta pertamaku, tapi Beyza ini jauh lebih menarik.
Aku adalah orang yang pemalu, tapi saat itu seperti ada setan merasukiku dan tiba-tiba aku berpura-pura jadi orang yang paling percaya diri sedunia dan mengajak Beyza mengobrol.
Tidak banyak yang kuingat dari percakapan kami pertama kali, tapi tentunya lebih banyak basa basi. Sampai akhirnya kita meninggalkan kafe tersebut dan berjalan - jalan di sekitaran Besiktas. Sepertinya mereka ingin pindah ke kafe lain.
Di perjalanan salah satu mahasiwa Turki yang merupakan host kami bertanya aku berasal darimana,
"Turkmenistan" jawabku
Ada sedikit backstory tentang mengapa aku setengah bercanda mengaku kalau aku orang Turkmenistan. Beberapa bulan yang lalu aku sempat bertemu dengan pemilik perusahaan tempat magangku, dia tidak begitu fasih berbahasa Inggris, tapi dia bilang ke salah satu rekan kerjaku yang kebetulan orang Turki kalau wajahku lebih Turki daripada orang Turki kebanyakan.
Tentu saja aku keheranan, karena aku merasa benar-benar tulen orang Indonesia dan bagaimana mungkin orang Indonesia lebih Turki daripada orang Turki.
Ternyata yang dia maksud adalah sejarahnya nenek moyang orang Turki atau bisa kita bilang orang Turki asli sebenarnya adalah orang Turkic atau bangsa Asia Tengah yang kebetulan memang wajah mereka seperti orang Asia Timur, karena masih satu nenek moyang.
Singkat cerita, karna mengaku orang Turkmenistan, salah satu dari teman kami mengira aku bisa bahasa Rusia karna memang Turkmenistan adalah pecahan Uni Soviet yang artinya mereka mayoritas bisa berbahasa Rusia.
Saat itulah aku mengaku kalau aku sebenarnya hanya bercanda. Aku memang bukan orang Turkmenistan, tapi yang menggelitik adalah bagaimana mereka percaya begitu saja. Aku di Turki sering dikira orang Asia Tengah. Paling sering Kazakhstan atau Uzbekitstan. Bahkan aku penah bertanya pada temanku orang Kazakhstan asli apa benar aku mirip dengan mereka dan temanku menjawab "Iya"
Kami menghampiri kafe berikutnya, aku sengaja mengambil tempat duduk persis di depan Beyza. Aku tidak tau apakah ini kebetulan atau Beyza pun terlihat seperti mencoba mengambil posisi duduk tepat dihadapanku.
Kami melanjutkan obrolan ngalor ngidul seperti yang kami lakukan di kafe sebelumnya, Beyza pun lebih banyak diam dan baru bicara kalau aku ajak ngobrol.
Aku merasa Beyza ini seperti aku versi perempuan. Pemalu, lebih suka diam, dan sedikit canggung di hadapan orang - orang baru. Aku sendiri sudah banyak berubah dari tahun- tahun sebelumnya. Masih sedikit pemalu tapi kali ini sedikit lebih percaya diri.
Mungkin karena aku ada di negara lain, jadi aku merasa lebih bebas menjadi diriku tanpa khawatir di cap buruk. Lagipula kalau di cap buruk, tidak akan berpengaruh banyak dalam hidupku. Toh, aku juga bukan orang sini.
Aku mengobrol sedikit dengan Beyza, lalu bertanya bagaimana caranya kembali apartemenku dan aku mengaku kalau sedang tidak punya koneksi internet. Tapi jujur saja, sudah delapan bulan aku di Istanbul, aku tentu tau caranya pulang. Oh soal koneksi internet? Aku sebenarnya punya.
Aku hanya mencari-cari cara agak bisa terus mengobrol dengan Beyza. Dia membuka ponselnya dan mencoba menunjukkanku arah pulang ke apartementku. Aku menyimak seksama, tentunya berpura-pura. Sudah beberapa jam kami berkumpul, sore sudah berubah menjadi malam.
Aku mencoba menjadi badut di tongkrongan itu. Aku berusaha menyampaikan beberapa lelucon untuk membuat mereka tertawa. Agar suasana tidak terlalu kaku. Aku juga mencoba membangun imej komedian karena aku memang penikmat standup comedy. Aku bahkan pernah ikut Open Mic di Padang.
Sekitar setengah jam berlalu dan akhirnya Beyza beranjak dari tempat duduknya.
"Aku mau pulang, mari ikut bersamaku, nanti sekalian aku cari jalan searah denganmu" ujar Beyza.
Aku terkejut, usahaku mengobrol dengan gadis cantik ini membuahkan hasil. Mungkin ini hal yang biasa bagi orang lain. Tapi bayangkan ketika kau jatuh cinta dengan seseorang, dan orang itu mengajakmu jalan berdua entah kemanapun itu tujuannya. "It's magical'.
Sedikit bocoran, ini adalah pertama kalinya aku jalan berdua dengan Beyza walaupun ini tidak disengaja, dan tentunya bukan yang terakhir. Tapi kalau saja ada mesin waktu, aku berharap Beyza tidak mengajakku pulang bersama malam itu.
Di Istanbul ada banyak sekali jenis transportasi umum dan semuanya terkoneksi satu sama lain. Bus, feri, dan kereta pun banyak macamnya, ada subway, tram, dll. Setelah berjalan sedikit aku dan Beyza akhirnya menaiki bus. Aku bilang pada Beyza kalau aku sedang belajar bahasa Turki. Dia pun berjanji akan memberikanku sebuah novel berbahasa Turki untuk latihan di pertemuan kami berikutnya.
Perjalanan kami dilanjutkan dengan menaiki feri untuk menyebrang selat bosporus. Jujur saja, tidak banyak hal yang aku ingat dari percakapan kami. Tapi yang paling berkesan bagiku adalah saat kami duduk berdekatan di atas feri dan Beyza menunjuk ke arah langit.
"Lihat, langit malam ini begitu indah ya?" ujar Beyza sambil tersenyum.
Aku menatapnya dalam. Aku tidak terpesona dengan keindahan langit malam itu. Tapi keindahan matanya yang membuatku sejuk. Malam itu aku yakin, aku jatuh cinta pada gadis ini.
No comments:
Post a Comment