Dalam satu tahun ada dua belas bulan, setiap enam bulan dinamakan semester, tiap tiga bulan dinamakan quarter (triwulan).
Lalu bagaimana jika empat bulan? Caturwulan!
Yak, sudah genap satu caturwulan saya berada di Istanbul.
Sebuah kota yang hingga saat ini terlalu susah untuk saya deskripsikan dengan
kata-kata.
Hal yang saya rasakan atau lebih tepatnya, hal yang saya
pelajari selama empat bulan adalah…
1. Hingga kamu terbiasa
Bukan negara impian, jauh dari Indonesia dan yang terparah
adalah tidak ada nasi padang! Ya itulah yang terburuk karena lidah saya terlalu
ndeso untuk dapat menikmati doner dengan sepenuh hati. Belum lagi
makanan-makanan yang lain yang bahkan sulit bagi saya untuk mengingat namanya.
Saya pernah membaca ini di internet
“Ayah, sampai kapan kita miskin?”
“40 hari lagi, nak”
“Lalu setelah itu kita kaya Yah?”
“Tidak, kita sudah terbiasa”
Terbiasa! Itulah kata-kata yang menggambarkan perasaan saya
yang sesunggunya jika ditanya “Gimana rasanya tinggal di Turki? Enak nggak?”
Awalnya terasa sulit bagi saya untuk menjawab karena tentunya ada enak dan
tidaknya. Ada positif dan negatifnya, tapi kalau sekarang jawaban saya adalah…
saya sudah terbiasa!
2. Kenapa Turki lebih Baik dari Indonesia?
Penggila data pasti akan bertanya, lebih baik dalam segi
apa? Tolak ukurnya apa? Data-data pendukungnya mana?
Yah, untuk menjawab pertanyaan itu sebenarnya mudah saja
solusinya, tinggal googling, tapi saya telalu malas untuk mencari data
perbandingan itu karena saya lebih suka menghabiskan waktu untuk hal yang lebih
bermanfaat seperti ngupil dengan cotton buds misalnya.
Hanya jika kamu datang ke Turki khususnya Istanbul kamu akan
melihat sendiri dan menemukan jawabannya.
Jika saya dipaksa untuk menjawab maka menurut analisis sotoy
saya adalah
- Mereka lebih pekerja keras
- Mereka lebih disiplin
- Mereka lebih agresif
Jika kita lihat sejarah, Turki merupakan salah satu bangsa
yang dulu dikenal dengan kejayaannya. Jadi sedikit banyaknya hal itu diturunkan
melalui darah dan genetik mereka.
3. Kuliah adalah Kenikmatan yang Hakiki
Mungkin ini sedikit subjektif, karena beberapa jurusan
mungkin terasa sangat sulit. Jadi akan saya persempit ruang lingkupnya menjadi
kuliah di fakultas ekonomi.
Hal yang dulu saya dapatkan selama kuliah kini direnggut.
Dulu saya bisa malas-malasan, kalo pas kuliah kadang dosen
tidak masuk dan ada jarak antara satu mata kuliah dan mata kuliah lainnya.
Belum lagi kalo malas masuk, ya sudah bolos saja. Tidak ada yang menekan. Kalo mau
rajin silahkan mau malas tanggung sendiri akibatnya.
Dulu bisa bangun siang.. tidur siang.. nongkrong bersama
teman sebaya.. ah saya jadi kangen..
Sekarang dari senin sampai jum’at saya masuk kantor jam 8
pagi, pulang jam 6 sore tapi singgah dulu di kantin buat dapat makan malam
gratis yang disediakan perusahaan. Malam hari sudah malas melakukan sesuatu,
rebahan di kasur nonton youtube atau nge stalk Instagram doi..
Pas weekend juga mager mau kemana-mana, ingin malas-malasan
di kamar tapi Istanbul dan Turki terlalu luas untuk tidak dijelajahi. Walaupun sedikit
bosan melihat yang itu-itu aja. Oh iya, buat sampai kantor saya juga jalan kaki
sekitar 40 menit. Sebenarnya bisa saja naik bus, tapi lumayan hemat 2,60
Turkish Lira (Rp.10.000) untuk sekali jalan. Dan bagus juga untuk kesehatan. Belum
lagi kalo naik bus saya tetap mesti jalan kaki sekitar 20 menit..
Sebenanrnya banyak lagi hal yang saya pelajari secara sadar
atau tidak. Mungkin hanya itu yang akan saya bagikan. Sampai jumpa di tulisan
berikutnya!
No comments:
Post a Comment