“Bagaimana masuk akal anda melarang saya mencontek padahal saya
tidak mengerti apa yang anda ajarkan sama sekali”
Kalimat itulah yang sering muncul di benak kami ketika anda menegur
kami mencontek. Mungkin beberapa juga merupakan kesalahan kami yang malas untuk
belajar. Tapi, kekejaman sistem pendidikan di Indonesia yang terkadang membuat
kami harus belajar apa yang tidak kami minati. Justru yang kami pelajari adalah
pelajaran yang dimana kami sama sekali tidak memiliki minat atau bahkan
kemampuan untuk mendalami bidang itu.
Inilah beberapa hal yang terkadang kami lupakan dari anda pembimbing
kami GURU…
-Anda hampir
hafal seluruh nama murid yang anda ajar dalam jumlah yang begitu banyak bahkan
ratusan, sedangkan bagi kami anda yang
jumlahnya tidak begitu banyak kami sering lupa dengan nama anda, bahkan guru
yang setiap minggu masuk ke lokal dan mengajar di kelas kami. Dan masih sering
kami memanggil anda dengan sebutan, Pak Fisika, Buk Kimia, dan sebagainya.
Mungkin di planet bumi ini hanya segelintir orang tau yang mau memberi nama
anaknya dengan nama bidang ilmu tersebut.
-Kami sering
keluar pada jam pelajaran anda dengan alasan makan, atau tidak suka dengan mata
pelajarannya. Hal yang kami lupakan adalah “Kami butuh Anda, tapi Anda tidak
pernah butuh kami. Bagi anda kehilangan beberapa murid tidak akan mengurangi
gaji anda. Tapi perhatian anda yang mau dengan rendah hati menegur kami. Terima
kasih Pak, Buk.
-Kami selalu
terdiam di saat pejabat negara datang dan berbicara dihadapan kami. Tapi, kami
sering ribut dan tidak mendengarkan apa yang anda katakan. Padahal harkat dan
martabat anda lebih tinggi daripada pejabat-pejabat itu. Buktinya? Guru bisa
jadi presiden, tapi presiden belum tentu bisa jadi guru. Bahkan untuk menjadi
presiden pun seseorang minimal harus belajar dari guru selama 12 tahun atau
bisa dibilang sampai SMA.
-Begitu banyak
guru wanita di Indonesia ini, tapi masih ada laki-laki yang memilih profesi
sebagai guru. Tapi meskipun guru laki-laki minoritas di Indonesia ini anda
tetap gagah dengan seragam anda pak! anda adalah patriot bangsa yang melindungi
NKRI dari gempuran kebodohan.
-Ketika anda
bertanya apa cita-cita kami, selalu tergores di biodata kami ingin jadi dokter,
pengusaha, psikolog termasuk saya penulis (Rizki Muhadi) memilih Pengusaha
sebagai tujuan hidup.. Dan mungkin hanya segelintir dari kami yang mengatakan
memiliki cita-cita mulia sebagai guru.
-Bagi anda
menjadi seorang guru bukan sekedar profesi, tapi pengabdian… Senyuman yang anda
pancarkan ketika anda tahu kami berhasil adalah senyuman kebahagiaan buah
tetesan air mata selama ini mengajari kami.
-Anda masih
tetap hidup bersahaja dan selalu bersyukur. Tidak seperti teman-teman
seangkatan anda yaitu pejabat-pejabat yang kini duduk di kursi pemerintahan
yang makan uang rakyat. Idiot-idiot itu lupa kalau uang haram yang mereka makan
dengan keluarganya itu nanti akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
-Anda masih
bersedia mengajar meskipun di bangunan yang hampir runtuh dan tidak layak tanpa
fasilitas apapun. Masih ada suka-cita dan senyuman terpancar dari wajah anda.
Lihat anggota DPR, mereka masih menuntut gedung baru padahal gedung yang
sekarang mereka tempati masih sangat bagus. Tapi mereka bilang gedung tersebut
miring. Padahal menurut beberapa peneliti gedung tersebut tidak lebih miring
dari menara PISA. Dan yang lebih menyakitkan statement dari si Monyet idiot
yang kini menjabat sebagai ketua DPR “Kalau rakyat sengsara, apa kami harus
sengsara?” kira-kira seperti itulah yang diucapkan oleh orang yang tugasnya
mewakili aspirasi rakyat.
-Anda adalah
pahlawan tanpa tanda jasa dan sepanjang masa.
-Meskipun
mayoritas guru adalah baik. Tapi bukan berarti bersih dari kesalahan. Saat ini
masih sering terdengar ada guru yang melakukan kekerasan terhadap muridnya.
Masih adanya aroma persaingan dari guru-guru dan melunturkan citranya sebagai
patriot bangsa.
Inilah mungkin ilustrasi masa depan yang
mungkin saja terjadi saat saya penulis (Rizki Muhadi) menjadi sukses dan dengan
bangga mengunjungi sekolah tempat saya menuntut ilmu.
“Kulihat
bangunan tua itu, aku masuk kedalamnya kulihat gerbang itu masih seperti dulu
saat 20 tahun yang lalu aku menuntut ilmu. Aku bernostalgia saat masih bersama
dengan teman-temanku, suka cita canda tawa selaku mengisi hari-hari kami. Aku
masuk kedalam. Tiba-tiba kulihat sesosok makhluk. Tubuhnya sudah sedikit
bungkuk. Tulangnya mungkin sudah rapuh. Kulitnya keriput dan tatapan matanya
sudah sayu. Aku merasa tidak asing dengan sosok ini. Aku ingat orang ini.
Dialah guru ku dulu. Aku memeluknya. Dan luar biasa ia masih ingat siapa aku.
Aku terpaku melihat guru yang dulu sering memarahiku ini. Perawakannya sudah
tidak setegap dulu lagi. tapi wibawanya masih seperti saat mengomeliku dulu.
Ah, kalau bukan karena beliau aku tidak akan bisa seperti ini. Terima kasih…
guru…
TERPUJILAH WAHAI ENGKAU IBU
BAPAK GURU… NAMAMU AKAN SELALU HIDUUP… DALAM SANUBARIKU…
No comments:
Post a Comment