Thursday, October 16, 2014

CERPEN : Langit Pun Menangis

Senin  pagi hampir tak satupun warga sekolah yang tampak dipelupuk mataku. Belum lenyap betul kelam yang masih menyelimuti pagi nan tak bersahabat ini. Hujan agaknya akan menyerbu pagi ini dengan rintikan air-air yang akan membahasi daratan di kawasan ini. Aku segera masuk ke kelas menyalakan lampu dengan mengetuk stop kontak tua nan berdebu itu. Kali ini aku dapat jatah duduk dibelakang. Aku melempar tas ku dan duduk menyendiri.

Tiba-tiba muncul dari balik pintu temanku Rasty. Gadis berkulit putih yang juga cerdas itu telah lama aku memendam perasaan padanya. Aku pernah hampir menyatakan perasaanku padanya, tapi semua dikacaukan oleh Gary siswa kelas IPA B yang menembaknya terlebih dahulu setelah ia mendengar desas-desus kalau aku akan menyatakaan perasaan pada Rasty. Aku terlambat selangkah. Hal yang juga menjadi shock terapy bagiku, Rasty menerima Gary dan mereka berpacaran. Sedang aku hanya bisa terdiam dan nyaris mati langkah ketika melihat Rasty dan Gary berduaan.

Sebenarnya, hubungan Gary dan Rasty kini memburuk, Rasty akhirnya tahu kalau Gary adalah playboy kelas berat versi WBA. Namun, Rasty seperti tak mau kehilangan Gary yang merupakan idola di sekolah. Aku sering mendengar dari temanku kalau Rasty sering dipukuli oleh Gary. Aku bahkan pernah melihat itu langsung dihadapanku. Ingin rasanya aku memukul Gary, tapi aku tidak punya hak mencampuri urusan orang yang berpacaran. Selain itu, laki-laki itu juga punya teman dari geng paling rusuh di sekolah tua ini.

“Hai, Kevin!”, Rasty menyapaku duluan, hal yang pertama kali terjadi gadis cute itu menyapaku duluan. Aku melihat lebam di wajahnya.

“Hai, Rasty, tumben datang pagi”

“Ya, kebetulan aku janji sama Reza mau ngasih contekan PR pagi ini, kamu udah bikin tugas?”

Tugas? Hampir sebulan ini aku nyaris tidak pernah bikin tugas. Semua sudah kuserahkan pada teman sebangkuku Galuh. Tapi, aku hanya mengangguk ketika Rasty menanyakan hal itu.

“Ngomong-ngomong pipi kamu kenapa Rasty?”

“Oh, ini. Ini...”

Dia tak melanjutkan jawabannya dan duduk dibangkunya, mungkin ia ingin mengisyaratkan padaku kalau luka itu adalah dari Gary. Aku hanya menunjukkan ekspresi iba. 

Kelas mulai ramai. Pagi ku yang sedikit berbunga karena ngobrol dengan Rasty ini aku yakin akan berubah menjadi senja kelam bak badai di pegunungan Jaya Wijaya. Semua karena siswi baru yang merupakan teman sebangkuku ia lah Galuh. Cewek yang tanpa feminimisme sedikitpun ini benar-benar menyebalkan. Ia selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Hal itu membuatku badmood. Teman-temanku bilang kalau ia menyukaiku, tapi aku sama sekali tidak respek dengan makhluk yang satu itu. Galuh, nama yang minoritas untuk kalangan wanita. 

Namun, sebenarnya Galuh adalah gadis yang sangat cantik. Hidung yang mancung, mata besar nan indah, dan bibir merahnya yang seksi. Kulitnya juga putih seperti kulit wanita Jepang. Rambut lurus, hitam panjang nan terurai. Sungguh tidak ada kekurangan fisik yang diderita gadis itu. Tapi, malapetaka bagiku kala ia menjadi teman sebangkuku. Ia sangat berisik dan suka berteriak keras di dekat telingaku. Walaupun begitu ia justru disenangi dan punya banyak teman. Ia juga akrab dengan banyak laki-laki. Aku juga pernah menolaknya beberapa hari yang lalu. Tapi, ia masih tidak berubah dan tetap membuatkan tugas-tugasku.

Sudah hampir bel berbunyi akan tetapi Galuh belum menunjukkan batang hidungnya. Aku sedikit tersenyum. Hari ini sepertinya Galuh tidak sekolah. Tapi dia sudah berjanji membuatkanku PR Kimia. Persetan dengan tugas Kimia yang penting hari ini aku bebas dari mimpi buruk. Pr itu akan kukerjakan saat jam istirahat karena kimia jam terakhir. Bel sudah berbunyi namun tak ada guru yang mengajar. Guru sedang briefing, jadi bisa kumanfaatkan untuk membuat tugas Kimia. Sedang temanku yang lain sibu dengan kerjaannya.

“Galuh mana Vin?” tanya Robin padaku

“Gak tahu” jawabku singkat sambil mencoret buku tugasku.

“Lho, lu gak tahu, Galuh kan pindah kelas” Sela Zaki

“Pindah kemana?” tanyaku

“IPA B”

“Oh.” Ketusku sambil melanjutkan bikin tugas dan sekali-kali melirik ke arah Rasty. Sebenarnya aku lega, karena mimpi burukku itu tidak akan dekat denganku lagi. Aku mendengar pembicaraan Robin dan Zaki.

“Tahu gak, Galuh sekarang udah jadian lho” kata Zaki.

“Tau darimana lu?” tanya Robin

“Kemarin dia sms gue, dia bilang kalau ia baru ditembak ama si Regi anak IPA B”

“Wah, Vin, pacar lu direbut tuh, jangan-jangan karena itu dia pindah kelas, wah-wah”

Aku terkejut mendengar kalau Galuh baru jadian dengan musuh besarku Regi. Tapi soal pindah kelas mungkin juga karena kemarin aku membentaknya dan menyuruhnya untuk menjauh dari kehidupanku. Aku sering membentaknya Mungkin sebaiknya aku menemuinya nanti. Ia selalu mengikutiku dan berbicara hal yang tidak jelas. Aku masih hafal gaya tertawanya.

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dimulai. Pak Arif masuk ke kelas. Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran favorit Galuh. Karena Galuh pergi aku pun duduk sendirian. Rasty pun juga duduk sendirian karena teman sebangkunya sakit. Tapi aku ragu untuk duduk di samping Rasty karena akan timbul gosip nantinya. Tiba-tiba seorang siswa yang tak asing bagiku masuk, ia adalah Gary yang bertukar kelasnya dengan Galuh. Gary tanpa banyak omong langsung duduk di samping Rasty. Dahiku bergelombang.

Aku mengikuti pelajaran dengan serius. Namun, aku merasa sesuatu yang hilang. Tak ada lagi lelucon Galuh, tawa hangatnya. Aku seperti merasa ada yang hilang dari hidupku di sekolah. Sekarang, aku kesepian tanpa Galuh.

Jam istirahat pun masuk. Aku ke kantin terlebih dahulu, biasanya aku ke kantin dengan Galuh, tapi sekarang... . Ia sedang duduk di taman bersama Regi, tapi tiba-tiba aku merasa marah, bukan karena Regi musuh besarku. Aku hanya tidak suka Galuh dekat dengan cowok lain. Tawa candanya kini sudah menjadi milik Regi. Biasanya akulah yang selalu dekat dengannya walaupun aku tak menyukainya. Aku merasa kalau Regi sudah merebut semua yang harusnya menjadi milikku. Tapi sekarang aku terkejut. Galuh menjadi sangat feminin. Penampilannya juga sangat rapi dan jauh dari kesan tomboi. Kuakui saja sekarang ia terlihat jauh lebih cantik daripada Rasty yang makin menempel dengan Gary.”Apakah aku mulai menyukai Galuh?” hatiku menjadi semakin galau.

Galuh melihat kearahku. “Hai, Kevin!” ia menghampiriku dan menyerahkan buku tugas kimiaku.

“Kevin, ini tugasmu maaf ya aku telat ngasihnya ke kamu, tapi kimia jam terakhirkan?”  

Aku meneteskan air mata di depan Galuh. Dihadapanku sekarang adalah seorang gadis lugu yang sangat baik padaku. Dia tulus padaku, tapi aku menyia-nyiakannya. Aku menolaknya. Tapi sekarang ia sudah dimiliki orang lain. Aku selama ini hanya terpaku pada Rasty yang memberiku harapan kosong. Ingin rasanya aku memeluk gadis yang sering menjadi pelampiasan galauku gara-gara Rasty ini. Tapi, itu tidak mungkin karena Regi ada didekat kami. Aku mengulurkan tanganku

“Galuh, maafin Kevin ya” kataku.

“Kevin kenapa? Kok nangis? Pasti Kevin nangis gara-gara Galuh ya? Galuh emang jahat. Maafin Galuh ya. Galuh janji gak bakal ganggu Kevin lagi”

Aku terdiam melihat wajah polosnya. Kata-katanya serasa menusuk tulang rusukku. Langit semakin gelap. Hujan turun, Regi meraih tangan Galuh dan membawanya berteduh. Aku berdiri sejenak. Ingin rasanya aku menangis karena kehilangan Galuh. Aku masih berdiri di sini. Hujan turun membahasi tubuh dan buku tugasku, menutupi tangisanku karena kehilangan Galuh. Aku tahu langit merasakan kesedihanku dan ikut menangis untukku. Ya, karena kepedihanku langit pun ikut menangis.


 “Galuh” bisikku dalam hati lirih. 

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...