Saturday, October 20, 2012

MOTIVASI : Aku dan Kejamnya Dunia

Aku mencari sesuatu di kamarku. Tiba-tiba selembar kertas terjatuh dan tepat mendarat dikakiku. Kertas itu adalah hasil ulangan kimia ku saat duduk di kelas sebelas dulu. Saat itu nilaiku lah yang paling rendah diantara teman-temanku. Padahal, selama aku sekolah dari SD sampai kelas sepuluh tidak pernah sekalipun aku mendapat nilai terendah. Bahkan dua tahun lalu saat duduk di kelas sepuluh di masa jayaku hampir aku lah yang selalu mendapat nilai tertinggi di kelas. Targetku bukan 7, 8, atau 9 tapi target nilai yang ku kejar adalah nilai sempurna, tapi itu dulu. Sampai takdir mengharuskan ku untuk duduk di tempat yang tidak semestinya, JURUSAN IPA. Hampir setiap orang, teman, guru atau siapapun itu selalu menyesali keputusan ku, kenapa aku memilih jurusan IPA? Sebenarnya jawabanku cukup simpel, diberi batas satu minggu untuk menentukan mau tetap di IPA atau IPS. Lalu, dimanakah aku pada masa percobaan itu? Masih di sekolah tapi aku sibuk menjadi panitisa MOS. Tapi, tidak ada gunanya menyesali hal itu karena semua sudah terjadi.

Aku berkeyakinan betapa bobroknya sistem pendidikan di Indonesia. Anda para guru menekankan kami nilai kejujuran tapi di rapor nilai kejujuran itu sama sekali tidak ada artinya. Yang bodoh tetap dapat nilai rendah, yang pintar mendapat nilai selangit. Lalu, kenapa anda masih menekankan pada kami “jujur” sedang itu tak ada artinya di rapor kami. Indonesia, nilai adalah segalanya. Persetan dengan skill yang penting nilai berkuasa. Sebagian orang menganggap IPA identik dengan anak rajin, dan IPS sebaliknya, ANDA SALAH!!! Mungkin ada benarnya tapi yakinlah. Orang IPA mengembangkan nuklir, anak IPS berfikir betapa mengerikannya situasi apabila perang dunia ketiga terjadi dan sebagian negara memanfaatkan bom nuklir? Dulu aku berfikir kalau aku memilih IPS maka aku tidak akan bisa menjadi dokter, persetan dokter! Kenapa menjadi dokter kalau aku bisa bangun rumah sakit?

Aku berkeyakinan untuk masuk fakultas Hubungan Internasional. Sebagian besar bilang “peluang kerjanya kecil. Tidak apa-apa, kalau menurutmu masuk kedokteran dan peluang kerjaku adalah 95% dan masuk HI berpeluang nganggur, no problem. Mungkin kamu akan sukses, tapi aku juga berpeluang sukses seperti kamu. Tapi, mungkin saja suksesku tak secepat sukses yang kalian raih, hai makhluk IPA.

“Pak, Buk, mungkin anda menganggap saya adalah murid yang paling bodoh di kelas IPA, ya itu benar buk. Tapi saya adalah orang bodoh dari kalangan atas yang sadar akan bodohnya. Teman-teman saya bisa sukses dengan kepintarannya. Tapi saya juga bisa sukses buk. Tapi dengan jalan lain yaitu kerja keras. Mungkin menurut anda jika saya masuk HI masa depan saya akan sulit, ya itu mungkin benar pak. Tapi saya bermimpi saat anda bertemu dengan saya di masa depan kelak saya adalah salah satu pejabat di PBB. Itu mimpi pak. “

Dulu bagiku nilai adalah segalanya, belajar, belajar, tiada hari tanpa belajar, persetan dengan orang disekitarku. Itu membentuk karakterku menjadi orang yang arogant dan anti sosial. Kini kehidupan membuka mataku akan luasnya dunia ini. Sekarang buatku kepintaran nomor dua, kerja keraslah segalanya. Aku mungkin tidak akan dikenang layaknya ilmuan IPA seperti Archimedes atau Niehls Bohr. Tapi filsafat macam Aristoteles atau Karl Max pun tak kalah hebatnya.

“Saat ruh keluar dari jasadku saat itu aku akan mati, tapi keyakinan dan impianku takkan terkubur bersamanya. Tapi aku bisa mati lebih cepat. Kapan? Yaitu saat keyakinanku lenyap dari pikiranku. Jasadku hidup tapi jiwaku akan mati”



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...