Tuesday, July 2, 2024

Warung Kopi

Waktu menunjukan pukul 20.35, saya bergegas keluar karna rencana malam ini ingin duduk sambil minum kopi. Maniak macam apa yang minum kopi jelang waktu tidur? Ya walaupun katanya kafein bisa mencegah kantuk, untungnya buat saya itu tidak ada pengaruh. Tapi kalau dipikir-pikir orang Indonesia punya kebiasaan minum kopi di malam hari. Saya rasa ini terlihat unik bagi orang luar.

Kepulangan ke kampung halaman untuk datang ke acara nikahan teman SMA. Tapi sayangnya hanya sebentar saja karna saya sudah harus berangkat ke Thailand selang beberapa hari. Trip yang akan cukup panjang karna ada beberapa negara yang harus saya kunjungi untuk trip kali ini. 

Biasanya salah satu rutinitas setiap pulang ke Padang adalah bertemu beberapa teman. Tapi ada yang berbeda di tahun ini. Mereka yang biasa saya temui, semuanya sudah melepas status lajang.

Tentu bukan berarti saya tidak bisa lagi bertemu dengan mereka ketika pulang ke kampung halaman. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa itu tak akan lagi sama.

Jadi malam ini saya putuskan untuk duduk sendiri diluar. Bisa dibilang membiasakan diri untuk tahun-tahun kedepan.

Tak terasa sudah setengah jam saya berkeliling mencari tempat untuk minum kopi. Tentunya tidak mudah karna yang saya cari adalah tempat yang nyaman untuk duduk sendiri. Pandangan saya tiba-tiba terhenti pada sebuah warung kopi yang sedikit terpencil berada dekat stasiun kereta api tua yang kini sudah dioperasikan lagi, hampir tidak ada lampu penerangan jalan disekitarnya.

Ada sekitar empat orang di warkop itu dan mereka sedang menonton pertandingan timnas muda melawan Australia. Saat saya hendak masuk, semua serentak memandangi saya. Seolah-olah saya adalah alien yang sedang singgah di planet mereka. Jujur saya sedikit terganggu karna mereka tidak hentinya menatap tajam ke arah saya. Dalam hati saya berkata "harusnya saya tidak usah datang kesini!"

Saya berkeyakinan yang paling lama menatap saya pastilah orang yang punya warkop tersebut, dan spontan saja saya bertanya apa saya bisa minum disini?

"Ya bisa" ujar bapak tua itu.

Ketika saya menunggu dibuatkan kopi, saya tidak ada teman mengobrol jadi mungkin saya bisa merefleksikan semua yang sudah saya lewati dan pandangan saya terhadap tempat yang dulu saya anggap rumah ini. Kota kecil di tepi pantai barat pulau Sumatera. Tempat dimana saya memulai semuanya. Tempat dimana saya mulai bermimpi.

Kota ini sudah banyak berubah setelah tujuh tahun saya tinggalkan. Sekarang jauh lebih banyak tempat hiburan, bahkan yang dulunya saya pikir tidak akan pernah ada di kota ini. Coffee shop sudah sangat menjamur, hanya saja sekarang tempatnya lebih nyaman. Benar-benar memanjakan anak muda.

Disini sudah sangat jarang saya secara tidak sengaja bertemu dengan orang yang saya kenal. Wajah wajah di sekitar terlihat sangat asing. Saya rasa mungkin mereka ini adalah mahasiswa yang berasal dari luar daerah. Saya merasa seperti orang asing di kota sendiri.

Mayoritas teman-teman saya sudah merantau. Jadi ketika berkunjung kesini tidak banyak yang bisa saya temui. 

Apakah kota ini masih rumah? Saya sudah berkunjung ke beberapa negara. Salahkah saya merasa negara orang lebih terasa seperti rumah. Apakah rumah itu harus tempat lahir? Bolehkah kita memilih rumah sendiri? Di tempat kita merasa tidak asing. Di tempat kita merasa hidup?

Usia saya  28 tahun. Banyak hal yang sudah saya lalui, Tapi apakah saya benar-benar sudah dewasa? 

Saya menyelesaikan kopi yang sudah sampai di meja dan bergegas untuk meninggalkan warkop tersebut. Bapak tua tadi bertanya saya hendak kemana? Apa kopinya tidak enak? karna tidak habis.

Saya hanya mengarang jawaban kalau saya akan menemui teman dan kopinya tidak habis karna saya takut nanti tidak bisa tidur. Ya saya sendiri akhirnya menulis ini larut malam.

Tapi saya merasakan keramahan dari bapak tersebut, mungkin karna dia terkejut warkopnya yang sebenarnya cukup sepi tiba-tiba didatangi orang asing.

Sebenarnya saya merasa tidak enak hati karna takut bapak itu berpikir bahwa saya benar-benar tidak suka kopinya. Saya rasa asumsi bapak tersebut akan tervalidasi sendirinya ketika beliau sudah tidak lagi melihat saya datang ke warkopnya untuk waktu yang lama. 

Ketika bapak itu tidak lagi melihat saya datang, saya hanya ingin bapak itu tahu, bukan karna kopi, tapi memang kota ini sudah bukan lagi rumah saya. Saya tidak membenci kota ini, dan saya tidak bisa merubah fakta bahwa ini adalah kampung halaman saya. Tapi sayangnya... kota ini... tak lagi sama.

Friday, March 22, 2024

JALAN JALAN KE KAZAKHSTAN, CAKEP!



Bulan Agustus kemaren, saya menghadiri acara pernikahan teman saya di Turki, saya berpikir untuk singgah ke negara terdekat, karna mumpung lagi di Turki. Sebagai orang yang malas mengurus visa, saya selalu update tentang negara2 yang bebas visa untuk passport Indonesia. Kazakhstan menjadi opsi pertama bagi saya.

Sebelumnya disclaimer, saya bukan tipe traveller well prepared, saya cenderung lebih casual kalau traveling, makanya saya pilih negara bebas visa. Tapi mungkin akan ada sedikit informasi yang bisa saya bagikan untuk teman2 yang penasaran dengan Kazakhstan.

Visa
Indonesia bebas visa 30 hari ke Kazakhstan, jadi hanya perlu bawa passport yang masih berlaku.

Kota Tujuan
Di Kazakhstan ada dua kota besar, ibukota Astana dan kota wisata paling populer yaitu Almaty. Saya sendiri memilih ke Astana karena kebetulan saya punya teman warga lokal yang tinggal dekat sana. Ketika sudah sampai disana, saya diajak untuk berkunjung ke Almaty, jadi saya mengunjungi kedua kota tersebut.

Harga Tiket dan Maskapai
Saya naik Scat Airlines, maskapai kelas dua milik Kazakhstan, dari Istanbul - Astana pulang pergi kurang lebih 6 jutaan, booking H-3. Untuk Astana - Almaty pulang pergi kurleb 1,8 juta. Sebagai referensi, maskapai terbaik Kazakhstan adalah Air Astana, harga tiketnya tidak terlalu jauh. Tapi buat saya yang penting sampai dan murah, dan Scat ini oke2 aja. Durasi penerbangan IST - AST (5 jam an), AST - IST (6 jam an), kenapa balik Astana - Istanbul lebih lama? Entahlah

Imigrasi
Ketika saya landing di Astana malam hari jam 10, konter imigrasinya cukup sepi, di konter sebelah saya ada bule sepertinya dari jerman yang cukup banyak ditanya2 oleh orang imigrasinya. Saya sendiri tidak terlalu banyak ditanya, tapi petugas konternya kemudian membawa passport saya dan berkonsultasi dengan rekannya di konter sebelah, saya tidak tau kenapa, tapi asumsi saya, mungkin karna dia tidak yakin apakah orang indonesia bebas visa, atau dia bingung kenapa saya ke ibukota Astana, padahal yang lazim dikunjungi turis itu Almaty. Setelah diskusi dengan rekannya, si petugas kembali ke konter dan menyerahkan passport yang sudah dicap dan mempersilahkan saya masuk, jadi saya di konter imigrasinya kira2 7 menitan, termasuk lama karna di Istanbul dan Bangkok biasanya paling lama 1-2 menit. Tapi wajar, baru pertama kali masuk dan turis Indonesia termasuk langka. Passport saya lumayan banyak cap dan travelling historinya, mungkin sedikit banyaknya memudahkan saya di konter imigrasi karna travelling record saya bisa dibilang baik.

Astana
Beruntungnya punya teman warga lokal, saya ga perlu pusing riset mau kemana, jadi saya tinggal ikut dia aja, saya menghabiskan 2 hari di Astana, kota ini terlihat seperti Rusia, wajar karna pecahan Uni Soviet (saya belum pernah ke rusia, tapi teman saya bilang Astana emang rada mirip moskow). Di Astana saya mengunjungi Baiterek, Nur Astana Mosque, National Museum of Kazakhstan, dan tentunya jalan2 ngalor ngidul ala solo backpacker. Di bulan September ketika di Istanbul masih panas, disini cukup dingin, kira2 10 derajat. Kesan saya tentang Astana, adalah kota yang bisa dibilang maju dan indah. Kota ini sangat bersih dan tertata rapi, jalanan juga tidak terlalu padat. Sebuah kota yang tidak terlalu ramai penduduk.

Almaty
Dari Astana ke Almaty, kira2 1 jam 45 menit naik pesawat (Scat Airlines). Kesan pertama saya dengan kota ini adalah cukup mirip Istanbul dari bangunan dan vibesnya. Bisa dibilang termasuk padat penduduk. Kalau teman2 pernah ke turki, kurang lebih Astana = Ankara, Almaty = Istanbul. Di Almaty saya hanya jalan2 sekitaran kotanya dan sempat ke resort pegunungan Shymbulak, disana bisa naik cable car untuk melihat pemandangan, tapi buat saya tempat ini lebih bagus kalau dikunjungi saat winter ketika resort ini bersalju. Sebenarnya di Almaty ini banyak sekali yang bisa dieksplor, tapi berhubung saya mager traveller dan kebetulan juga waktunya mepet, jadi saya tidak terlalu maksimal di kota ini, tapi setidaknya saya bisa ketemu teman2 baru yang kebetulan dikenalkan oleh teman saya, momen berkesan yaitu jalan2 mengitari kota almaty di malam hari sambil mendengar cerita2 dari mereka.

SIM Card, Mata Uang, Transportasi, Hotel
Untuk Sim Card saya beli sim card lokal Beeline di dalam bandara, tidak mahal, cuma 100ribuan dan kuotanya lebih dari cukup, Mata Uang Kazakhstan adalah Tenge, bisa ditarik di ATM di dalam bandara, penyesalan saya adalah menghabiskan semua uang saya tanpa sisa untuk beli oleh2, jadi gak ada yang disimpan untuk kenang2an. Untuk transportasi bisa pakai Yandex Go, aplikasi mirip Grab yang simple dan mudah digunakan. Hotel sendiri bisa searching di Agoda atau apps sejenis, budget 300 ribuan ada kok udah lumayan.

Orang Kazakhstan
Jangan berekspektasi kalau orang Kazakhstan itu ramah2, bagaimanapun mereka adalah pecahan uni soviet yang cenderung dingin, tapi beda cerita kalau kita sudah berteman dengan mereka. Untuk bahasa sendiri, ada dua yaitu Rusia dan bahasa lokal Kazakh yang masih satu rumpun dengan bahasa turki. Yang saya kagumi dari Kazakhstan ini adalah hampir semua orang good looking, ada tiga tipe orang kazakhstan berdasarkan looks, bule (russian), mixed, dan asia timur. Kalau teman2 pikir orang turki cakep2, percayalah di kazakhstan jauh lebih good looking, dan dalam pikiran saya selama disana beberapa hari adalah "kok ga ada yang jelek ya?" haha. Mayoritas mereka adalah muslim tapi bukan konservatif.

Total Pengeluaran dan Sedikit Tips
Saya menghabiskan sekitar 12 juta untuk travelling ke Kazakhstan dari Istanbul, tapi pengeluaran ini masih sangat bisa dipress kalau saja saya lebih well prepared, kalau budget terbatas sebenarnya Almaty saja sudah cukup, ga harus ke Astana, tapi kalau bisa keduanya kenapa engga. Kalau ke Almaty saran saya juga ke negara tetangga yang juga bebas visa seperti Tashkent, Uzbekistan. Dengan biaya yang sama, kalau saja saya tidak ke Astana, harusnya saya bisa dapat dua negara sekaligus, Uzbekistan dan Kazakhstan.

Kesimpulan : Kazakhstan adalah negara di Asia tengah yang sangat underrated, ga banyak yang tau tentang negara ini, tapi negara ini kaya akan uranium dengan Human Development index yang sangat tinggi, saya bilang Kazakhstan ini hampir setara dengan korea selatan. Tapi meskipun begitu, untuk wisata, sebenarnya saya tidak akan masukkan dalam kategori 'must visit' tapi tetap worth to visit, negara yang cukup sekali aja dikunjungi. Kalau disuruh pilih Turki atau Kazakhstan, sudah pasti saya rekomendasi Turki, tapi buat saya pribadi, mengingat bahwa saya adalah sedikit dari orang Indonesia yang pernah mengunjungi Kazakhstan, it's a flex, not to others, but for myself. Yeah i was there :)

*Tulisan ini mungkin akan saya update kedepannya untuk info lebih detail atau koreksi.

Monday, January 1, 2024

Utopia

About 10 percent of global population go to bed hungry on daily basis, and the sad thing is.. there is actually enough food to feed all the people in this world everyday.

Many people stay in toxic and abusive relationship. Why? because of love they said. If someone loves you, they will not lay a hand on you. Love is caring not abusing, but they won't listen. 

Computer and internet created by this species to make life easier. But the same species created computer virus, hacking into your private account. They can't just let people live in peace.

People are trying to get rich, even if they have to sucking the blood out of unfortunate people. I actually know some people who are being proud to underpaid their employee. At the same time what options that these unfortunate people got? It's either get paid little or not getting paid at all. Sad.

Why human even have to go to the war? What are we fighting for? Because we are different then we have to kill each other? Really? Shouldn't we just love and help each other? War only created pain and trauma. but... there is still war going on.


Tuesday, November 28, 2023

Tersesat di Konstantinopel (3. Sağmalcılar)

Salah satu pembeda antara negara tropis dan subtropis (4 musim) adalah curah hujan. Hujan di Istanbul sering terasa seperti gerimis. Ketika hujan lebat pun butuh waktu yang lama untuk basah kuyup. Tapi walaupun begitu, suhu dingin membuat hujan terasa menyebalkan. 

Ada kalanya aku merindukan hujan lebat. Hujan dengan butiran raksasa yang meninju kulit wajah ketika menengadah menatap langit. Hujan seperti ini hanya ada di kampung halaman. Sungguh malang orang Istanbul tidak tau betapa merdunya suara hujan yang menyirami atap rumah. Tidur dengan suara hujan lebat adalah salah satu tidur ternyaman.

Sağmalcılar adalah nama stasiun subway yang akan selalu melekat dalam ingatanku, stasiun terdekat dari apartemen. Stasiun pertama untuk pergi, dan stasiun terakhir untuk pulang. Jarak dari apartemen ke stasiun adalah 10 menit berjalan kaki, Bagiku satuan jarak bukan lagi kilometer, tapi waktu tempuh. 

Aku akan merayakan tahun baru dengan teman - teman dari Indonesia di apartemen Mba Miya. Fanni the Cirebon Kid juga ada disana. Perjalanan panjang yang melelahkan ke Istanbul bagian Asia. Aku sering bergurau kalau aku satu-satunya dari kami yang tinggal di Eropa, tepatnya Istanbul bagian Eropa. Untuk yang tidak tau Istanbul terbagi dua bagian, wilayah eropa dan asia, pembatasnya adalah selat bosporus.

Satu-satunya pembeda di malam itu adalah tamu dari Afrika Selatan, Jonas, pacar dari salah satu teman kami yang berasal dari NTT yang juga flat matenya Mba Miya. Hal yang sebenarnya menarik bagiku karna orang Indonesia timur memang mayoritas berperawakan mirip dengan orang Afrika. Ini bukan hal yang kebetulan, karna berdasarkan ilmu antropologi, dalam tiga klasifikasi ras, orang Indonesia timur dan orang Afrika memang satu kelompok ras. Ini jika mengacu pada penggolongan tiga ras utama (Mongoloid, Kaukasoid, dan Negroid)

Aku sendiri tidak asing dengan orang Afrika, sewaktu di Jepang aku sangat dekat dengan mahasiwa doktoral dari Kenya. Paul dan Titus, aku benar-benar merindukan mereka. Masih ingat betul bagaimana aku berdebat dengan perempuan Nigeria yang merupakan teman Titus. 

Aku benar-benar sangat polos ketika bertanya umur perempuan Nigeria itu. Mungkin karna aku saat itu masih sangat muda, aku tidak paham kalau semakin tua seorang perempuan, semakin sensitif dia dengan umurnya, apalagi yang belum menikah. Kalau ada mesin waktu aku akan bilang ke diriku "Jangan didebat, minta maaf saja"

Interaksi pertamaku dengan Jonas tidak begitu baik, mungkin karna aku mencoba untuk mengambil gambar bersamanya. Aku sedikit bingung apa ada yang salah. Aku hanya ingin mengabadikan momen.

Hal kedua tentang Afrika yang aku pelajari selain jangan bertanya tentang umur ke perempuan Afrika adalah jangan ajak berfoto kecuali mereka yang minta. Untuk alasannya aku belum tau, tapi ya sudah hargai saja. 

Malam itu aku benar-benar menikmati kebersamaan dengan Fanni, Miya, Jeniar, Febi, Vita, Vero dan Jonas. Sebuah gitar milik Miya yang salah satu senarnya sumbang menemani malam kami. Kita bernyanyi ria sebelum akhirnya keluar untuk menyaksikan kembang api. 

Di suhu 6 derajat, dengan bermodalkan jaket tebal kita duduk di taman. Jonas menjadi moderator dari pembicaraan mendalam kami. Aku merasa dia orang yang cerdas dan punya banyak ilmu pengetahuan. 

Dalam khidmatnya malam pergantian tahun dengan kembang api yang menghujani langit Istanbul, Pria Afrika Selatan itu menanyakan sebuat pertanyaan yang membuatku tertegun.

"Apa yang kamu pelajari sejauh ini dan apa yang kamu harapkan di tahun depan?" tanya Jonas
Entahlah Jonas, selama tiga bulan ini di Istanbul, aku mulai kehilangan arah, Turki bukan negara yang membuatku nyaman. Meskipun aku menyukai keindahan kota yang dulunya ibukota kekaisaran romawi ini, sekarang aku merasa tersesat di konstantinopel.

Sunday, October 22, 2023

Waktu Kosong (Hidup bukanlah Sitkom)

Ketika binge watching top three sticom favorit saya, (Friends, The Big Bang Theory, How I Met your Mother), dua hal yang saya perhatikan adalah, ketiga sitcom ini memiliki premis yang sama, sebuah grup pertemanan dengan problematika percintaan dan yang kedua adalah begitu menyenangkan dan menariknya kehidupan mereka.

Ada pertanyaan yang muncul dan menggelitik buat saya. Bagaimana sebuah grup pertemanan bisa solid dan konsisten untuk selalu berkumpul selama bertahun-tahun. Apa saya yang kurang bergaul atau memang di kehidupan nyata ada orang-orang yang bisa menjaga circle pertemanannya selama itu?

Saya pun kemudian mencoba mencari jawabannya sendiri, dan saya sadar bahwa mungkin saja hal seperti itu terjadi di dunia nyata. Rasanya saya iri karna tentu menyenangkan bisa mempunya grup pertemanan yang solid. Apalagi dengan petualangan - petualangan sederhana tapi relatable yang mereka hadapi sangat menghibur untuk ditonton.

Sebagai orang yang menjalani kehidupan yang monoton dan membosankan, saya berangan-angan bisa mempunyai kehidupan seperti mereka. Jika saya mengatakan hal ini, tentu orang akan bilang "itu kan hanya fiksi, kehidupan nyata memang akan selalu membosankan"

Jika berharap punya kehidupan seperti di sitcom, siap-siaplah untuk kecewa dan berdamailah bahwa hidup ini memang didesain untuk membuat kita merasa bosan. Bahkan ketika semua berjalan lancar dan baik-baik saja, itu tidak akan selalu menyenangkan.

Itulah kenapa kita suka menonton kecelakaan, kebakaran, atau melihat orang berkelahi, karna pada akhirnya kita keluar dari kebosanan tanpa harus terlibat dalam sebuah resiko.

Kalau dipikir-pikir, durasi sitcom itu rata-rata hanya 20 menit per episode. Artinya kita tidak benar-benar melihat keseluruhan dari kehidupan yang karakter sitcom itu jalani. Kita hanya melihat part-part yang menghibur. Kita tidak dipertontonkan apa yang karakter itu alami di waktu kosong.

Sunday, September 3, 2023

Bus Stop.

I walked to the bus stop, i saw the bus but i need to run a little bit to catch it, but then i slowed down when i felt like i won't be able to get in even tho i was just few meters away from it. But then i finally in front of the bus and the door shut down imidiately.

I don't want to ask the bus driver to open the door for me because they kind of asshole, not all of them, but so many of them, when they see you running towards them, they don't care. They will ignore you and move on. This is the result of HR policy that they getting paid not based on how many passengers they had but based on number of trips.

I waited for the next bus, there are three options of line, all of those three will pass through my destination. You know what happened? I saw so many buses passed but none of it was my bus, what is the odds? I waited for more than 15 minutes, yes it's not that long, but i am in hurry because according to my calculation, i will definitely late. And i hate to be late, even tho it's just meeting friends.

Ever heard of time relativity? I won't give you scientific explanation, because i am not scientist myself, in simple terms, the speed of time is not the constant but depend on your perception, for example, 5 minutes can feel so long when your favorite football team are leading 1-0 in the final but felt so short when your team are losing.

Time pass so fast when you are enjoying the moment, but feel so slow during something you don't like, one hour foot massage feel so short and one hour waiting for the bus can feel like forever. 

The same way when i waited for the bus, 15 minutes feel like eternity, but 15 minutes scrolling tiktok doesn't feel much. That's why normally i open tiktok every time i wait for something, just simply to make time feel short.

So, what's the point of this writing? Nothing. I just want to wasting your time. 

Hehe joking, you know what? We always seems in hurry. Often we never enjoy the moment because we always thinking about our future plan. But time itself is relative, for example when you in hurry to get married, will it matter if it today, after a year, or two years? Your will always have option for future partner, so why bother if he or she is not waiting for you?

My biggest regret is not to enjoying my time in school too much because i always looking forward to be an adult, so i can be free, making my own money and i think i will enjoy life more.

But in fact, every period of life has their good and bad. I trapped in the past and in the future, i never enjoy the present. I am wrong, and you too.

Why in hurry? Some people become millionaire at 20, some make it at 60, and some after reincarnation. So...?

Thursday, August 31, 2023

The Question. (You are too afraid to know the answer)

The universe is expanding... but to where?
Apart from religious explanation, there is no concrete proof how we created, and... why are we created? When we created???

Don't you think that there is some possibility that we are here but our consciousness is actually somewhere. Like imagine when you are dreaming, last night i had a dream and in that dream i was traveled to Mexico but the truth is i was in Turkey. And when you are dreaming most of the time you didn't know that you are dreaming, so the whole experience feels like you are not dreaming. Could be this life is the same? It feels real for us at the moment you are reading this, but the truth is... we are not where think we are.

They are not really sure how pyramid built, and who built pyramid, and the most bizarre question is.. how they could build it at that time?? Is there any possibility that most of historic events and some historic figure not actually exist, but just made up to make us thinking that the past is real, to make us believe that we are not just randomly spawned in this period of time.

I am talking about computer simulation theory, that our life is simulated by computer program by some advance creature, like when you play video game, and the character in that game thinking that they are real, but the truth is they just some pixel controlled by our joy stick. Could it be the same with us? I mean can you prove it to me that you are real? 

Elon Musk said the odds that we're not living in a simulation are “one in billions”

I am not crazy, even Elon Musk believe in this theory, kind of, he is rich and smart!

Have you even wondered how television works? Yeah yeah i know... if you ask scientist they will give you some scientific reason how television works. Ok i get it, some radio wave something something smart, but the real question is... how??? How some random cables some random fiber optic and another stuff made a television? How can you are in Uzbekistan, but i can see you live from Lagos for example through some box plugged onto socket in my hotel wall. Mind blowing!!!

They said we human lived for thousands of year, but why television specifically happened in my period of life? Am i special? Why don't i have to experience world war I? Do God is kind to me that he spawned me in the time where i can talk to my friend real time through instagram??


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...